Wanita yang baik untuk lelaki yang baik

Walau ada rasa dejavu ga penting saat menulis posting ini, tetap akan saya tuliskan. Sekalian melancarkan urat menulis yang lama tak terpakai.

“Wanita yang baik untuk lelaki yang baik”
Banyak orang menganggap pernyataan itu suci, dan pasti benar.
Menurut saya memang benar. Dalam kasus apapun, kalimat itu tetap saja benar. *tumben*
Misal:

Wanita yang merasa baik ternyata dapat Suami Brengsek

Seorang wanita solehah, membungkus tubuhnya dengan rapat, rajin melaksanakan ritus keagamaan, rajin berderma, meyakini sepenuh hati bahwa semua yang tidak seiman adalah ahli neraka, plus menganggap rendah wanita lain yang tidak serapat dirinya, ternyata mendapatkan seorang lelaki yang pemabuk, penjudi, penzinah, perokok sembarangan dan suka memukul istri.
Jika si wanita adalah wanita yang benar-benar baik, maka dia akan memilih pilihan yang baik. Mulai dari berusaha menyadarkan sang lelaki laknat, dan kalau ternyata tidak bisa berubah, ya memutuskan untuk meninggalkannya. Kalau memutuskan bertahan dalam siksa, berarti label sebagai “wanita yang baik” sudah tidak pantas dia sandang. Karena dia sudah berbuat tidak baik pada dirinya sendiri.

Lelaki yang baik ternyata dapat Wanita Brengsek ------->

Ya sama saja seperti diatas. Gelar lelaki yang baik itu bisa dicabut kalau dia berhenti berbuat baik pada dirinya sendiri.
+++
Menurut saya, kalimat suci itu hanya menyatakan kebenaran. Seorang baik yang menjebak diri dalam sebuah ikatan dengan seorang brengsek, pasti akan tersiksa. Salah satu harus mengalah dan menyesuaikan frekuensi agar keluarga jadi harmonis. Kalau tidak, ya itu sama saja menjebak diri dalam neraka, sama saja berbuat tidak baik pada diri sendiri, menjadi tidak baik, dan karenanya jadi tidak pantas mendapatkan pasangan yang baik.